Buruh ancam tidak akan bubar sebelum PP 78 dicabut. ©2017 Merdeka.com/Ahda Bayhaqi |
Mereka menilai PP 78 yang diteken Presiden Joko Widodo merupakan pemicu mengapa bisa terjadi upah murah. Sebab, penetapan upah tidak lagi dilakukan berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL) melainkan hanya dengan melihat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Perintah dari UU Ketenagakerjaan Nomor 13, seharusnya upah minimum diputuskan melalui mekanisme Dewan Pengupahan berdasarkan survei KHL (kebutuhan hidup layak) berjumlah 60 item. Tapi dengan PP 78 itu ditiadakan. Ini adalah pelanggaran dari UU," ujar Deputi Presiden KSPI Muhammad Rusdi di Balai Kota, Jumat (10/11).
Mereka pun kecewa, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meniadakan kontrak politik yang telah disepakati untuk penetapan UMP 2018. Padahal dalam kontrak yang telah ditandatangani, Anies menyetujui tidak menggunakan PP 78 sebagai patokan penetapan.
"Ditandatangani berbunyi dalam penetapan UMP tidak menggunakan PP 78 atau di atas PP 78," kata Ketua Koalisi Buruh Jakarta Winarso.
Buruh pun ogah menemui pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebab, kata Winarso, mereka biasanya hanya memberi klarifikasi. Sedangkan yang mereka inginkan adalah revisi UMP 2018 itu.
Winarso pun melihat upaya Anies menggratiskan Transjakarta maupun subsidi harga pangan, hanya manuver semata. Mereka tidak melihat kebijakan itu, terutama Transjakarta, mengakomodir kebutuhan buruh.
"Tidak ada yang baru, yang dikatakan kan hanya untuk mengademkan rakyat sementara kita persis tahu. Kenapa tahu pada saat redaksional kontrak politik itu kita pun mendiskusikan itu," tuturnya.
Sementara, keinginan mereka hanya satu, merevisi UMP 2018 menjadi Rp 3.9 juta. Sesuai dengan hasil survei berdasarkan KHL versi buruh.
"Kalau misalkan Pak Anies-Sandi tidak merevisi, jadi sebenarnya dia adalah gubernur dan wakil gubernur yang tidak pro terhadap kaum buruh. Bukan pro terhadap rakyat," tandas Rusdi.
Merdeka/Red
0 komentar :
Posting Komentar