WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Reklamasi Makin Agresif Nih

Koalisi Sebut Hak-hak Rakyat Dicuekin
Ilustrasi
JAKARTA, JURNALMEDIAIndonesia.com - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menilai pemerintah se­makin agresif memuluskan proyek reklamasi di Jakarta.


Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Marthin Hadiwinata mensin­yalir, kebijakan main kebut pemerintah tersebut didasari kepentingan investasi yang mengatasnamakan kemajuan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Padahal, kata dia, banyak hak rakyat yang diabai­kan demi proyek reklamasi.

Marthin mengatakan, sikap agresif tersebut tampak pada tindakan pemerintah yang mem­buat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tanpa parti­sipasi publik dari nelayan dan organisasi lingkungan hidup, dorongan untuk pencabutan moratorium oleh KLHK, dan hingga upaya untuk mendorong pengesahan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZWP3K.

"Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dibuat Pemerintah Provinsi Jakarta cacat substansi karena tidak melalui proses yang benar dan tidak mempertimbang­kan masalah sosial dan ekonomi, termasuk dampak yang akan tim­bul dan dialami oleh masyarakat pesisir Jakarta," katanya.

Menurut Marthin, proses pem­buatan KLHS cacat karena dilakukan secara tertutup tanpa pernah ada konsultasi kepada masyarakat dalam pembuatan­nya. KLHS secara substansi juga tidak mempertimbangkan seluruh hasil kajian yang te­lah ada sebelumnya dari hasil kajian sosial ekonomi yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP.

Pihaknya mencatat, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat secara aktif menyurati Kemenko Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendor­ong dicabutnya moratorium re­klamasi. Pemerintah DKI Jakarta mengklaim telah memenuhi per­syaratan KLHK saat moratorium dimulai pada 2016 lalu.

"Padahal seperti disebut pada poin pertama, KLHS yang di­lakukan cacat substansi dan han­ya formalitas saja," sebutnya.

Terkait Putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi diduga telah melanggar etik. Koalisi menilai putusan tersebut janggal karena secara rentang waktu pencabutan kuasa se­harusnya tidak berpengaruh terhadap proses kasasi yang dilakukan koalisi. Karena pen­cabutan kuasa dilakukan setelah penyerahan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung, dan sangat jelas Hakim Agung yang berbe­da pendapat (dissenting opinion) menjelaskan kejanggalannya.

Aktivis Solidaritas Perempuan, Arieska Kurniawaty, mengung­kapkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dalam lahan reklamasi Pulau C dan Pulau D sangat menunjukkan adanya tata kelola pemerintahan yang buruk.

"Terbitnya HPL kepada pemerintah Jakarta menunjukkan Kementerian ATR/BPN memuluskan proyek reklamasi karena mener­bitkan tanpa dasar hukum yang benar hanya berdasarkan Peraturan Gubernur No. 206/2016 tentang Rancang Bangun Lingkungan yang terbit 2 hari sebelum cuti kampanye," katanya.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mem­inta Pemprov Jakarta segera me­nyelesaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Hal tersebut menyikapi surat pem­prov DKI Jakarta yang meminta pemerintah pusat mencabut sanksi moratorium kepada pengembang proyek reklamasi teluk Jakarta.

Perlu diketahui, untuk mewu­judkan pencabutan sanksi moratorium itu Pemprov DKI Jakarta tinggal memenuhi satu syarat terakhir dari 11 syarat menurut peraturan yang berlaku. "Walaupun tak ada target tapi ka­mi imbau secepatnya, karena yang minta cepat memang Pemprov Jakarta," ujar Siti.

RMOL/RED
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Capaian Pajak Daerah Bapenda Subang 2024 Lebihi Target, DPRD Subang Sangat Apresiasi Terhadap Capaian Tersebut

Subang, JMI – DPRD Subang mengapresiasi kinerja pencapaian pajak daerah tahun 2024 oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Subang yang melebi...