Foto/Net |
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai positif kesepakatan yang dicapai pemerintah dengan Freeport.
"Kita apresiasi kesepakatan itu. Tapi yang paling penting dan harus ditekankan, bagaimana kesepakatan itu dilaksanakan secara konsisten," kata Sayta, kemarin.
Salah satunya, lanjut Satya, soal kesepakatan Freeport bersedia melepas 51 persen sahamnya. Pihaknya menginginkan pemerintah memastikan kesepakatan itu benar-benar bisa dilaksanakan. Karena, hal tersebut sangat penting untuk menaikkan posisi tawar pemerintah.
Untuk teknisnya, menurut Satya, pemerintah bisa memberikan kesempatan kepada BUMN agar berpartisipasi.
Berbeda dengan Satya, Wakil Ketua Komisi VII DPR lainnya, Syaikhul Islam Ali cenderung berhati-hati memberikan pendapatnya. "Sebenarnya tidak ada hal yang baru. Kita akan apresiasi bila kesepakatan terlaksana," kata Syaikhul.
Dia menilai, kesepakatan Pemerintah dengan Freeport baru tahap awal untuk memulai sebuah kerja sama. Menurutnya, pemerintah masih harus mengawal dan memastikan bahwa kesepakatan bisa dilaksanakan.
Syaikhul mengingatkan, rekam jejak Freeport selama ini kurang baik di dalam melaksanakan komitmen.
"Saya ingatkan pemerintah harus berhati-hati. Jangan terburu-buru memperpanjang kontrak Freeport sebelum kesepakatannya dilaksanakan," ingatnya.
Selain itu, Syaikhul meminta, pemerintah tidak mengistimewakan Freeport dalam melaksanakan kewajibannya membangun pabrik pemurnian dan pengolahan konsentrat (smelter). Freeport harus diperlakukan sama dengan perusahaan tambang lainnya. Misalnya, untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat. Pemerintah harus memastikan dulu bahwa proyek smelter perusahaan asal Amerika Serikat tersebut menunjukkan progresnya.
"Nggak boleh dong, Freeport diberikan izin ekspor padahal pembangunan fisik smelter tidak ada progresnya," cetusnya.
Seperti diketahui, pemerintah dan Freeport telah menyepakati empat poin negosiasi. Yakni, pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan PTFI adalah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan kontrak karya (KK). Kedua, Freeport setuju akan melakukan divestasi sebesar 51 persen.
Ketiga, PTFI bersedia membangun smelter selama lima tahun atau maksimal pada Oktober 2022. Dan keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KKselama ini. Dengan keempat kesepakatan tersebut, Freeport sudah bisa mengajukan perpanjangan kontrak maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041.
Pengamat migas dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi juga sebelumnya mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati.
"Ini Freeport loh, kita tetap harus waspada," ujar Fahmy.
Fahmy menuturkan, tidak menutup kemungkinan Freeport memiliki motivasi lain menyepakati poin-poin negosiasi. Misalnya, mereka berencana akan menjual saham kepada pemerintah dengan harga terlampau tinggi (over value) sehingga pemerintah tidak mampu membeli.
Untuk itu, dia menyarankan pemerintah harus mempertegas dan mempublikasi aturan main divestasi 51 persen saham Freeport.
Tunjuk Tim Independen
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menyatakan, mekanisme divestasi saham Freeport akan sama dengan proses divestasi Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang sekarang menjadi Amman Mineral Nusa Tenggara.
Dia menegaskan, pemerintah tidak akan menghitung cadangan mineral yang terkandung di dalam tambang.
"Kita akan serahkan ke tim penilai independen. Dan hasilnya, kita akan bicarakan dengan Freeport," kata Bambang seperti dikutip media online, kemarin.
Bambang yakin, masalah harga saham akan mendapatkan titik temu. Hal itu berkaca dari negosiasi divestasi saham Newmont meskipun dalam prosesnya memakan waktu.
Bambang menerangkan, waktu dan teknis pelaksanaannya akan ditentukan bersama Freeport.
RMOL/RED
0 komentar :
Posting Komentar