Ilustrasi |
Dari data yang dihimpun media ini sebelumnya menyebutkan, sesuai dengan rencana kerja dan anggaran milik KPU tahun 2016 dan 2017. KPU Morotai telah melaksanakan sejumlah tahapan Pilkada. Hanya saja, terdapat anggaran yang dianggap sangat tidak wajar dengan kerja di lapangan
Misalnya, pada tahapan sosialisasi penyelenggaraan Pemilukada, terdapat item belanja snack (400 peserta) sebesar Rp 12 juta, sewa gedung pertemuan (dua kali) sebesar Rp 30 juta, transportasi untuk peserta 30 juta, transportasi untuk kegiatan di kecamatan (75 peserta) sebesar Rp 75 juta, kegiatan simulasi tata cara coblos ke masyarakat pemilih sebesar Rp 176 juta, sosialisasi informasi dan pendidikan pemilih sebesar Rp 75 juta.
Selain itu, pada kegiatan penetapan dan pengundian nomor urut pasangan calon, KPU Morotai menganggarkan konsumsi undangan untuk 500 orang, sewa pembawa acara, pembaca doa, dekorasi, dokumentasi, sewa gedung, sound system, petugas kebersihan, serta pengamanan bernilai ratusan juta rupiah.
Selain itu, pada kegiatan pemeriksaan kesehatan untuk tiga paslon, KPU Morotai menganggarkan anggaran sebesar Rp 150 juta termasuk penetapan dan pengundian nomor urut paslon Rp 100 juta.
Pada kegiatan deklarasi kampanye damai dan debat terbuka paslon, KPU menganggarkan makan minum, ATK, dokumentasi, sewa gedung sebesar 125 juta, sewa panelis, sewa moderator, sewa gedung sebesar Rp 450 juta, dan audit dana kampanye 75 juta termasuk anggaran publikasi media sebesar
Ketidak jelasan penggunaan anggaran itu sebelumnya sudah dikritik oleh publik Morotai, mulai masyarakat biasa, aktivis, akademisi, bahkan sampai anggota DPRD.
Misalnya, Ketua Aliansi Indonesia Kabupaten Pulau Morotai Ikono Jambak. Menurutnya, sangat tidak wajar jika KPUD menganggarkan anggaran kegiatan yang cukup besar, sementara untuk realisasinya di lapangan tidak sesuai.
“Ada sejumlah momen, misalnya saat itu tahapan penetapan pasangan calon, pencabutan nomor urut dan kampanye damai yang diundang tidak sampai 500 orang. Masalahnya anggaran makan minum dikemanakan? banyak orang kecewa karena tidak makan. Saya lihat para tamu waktu itu juga banyak yang kelaparan dan harus cari makan di luar,” katanya.
Problem lainnya adalah belanja sewa gedung dan sound system, sewa petugas kebersihan, termasuk sewa transportasi bagi peserta pada kegiatan sosialisasi juga dipertanyakan karena tidak seperti yang diharapkan.
“Ada pernyataan salah satu pegawai di umum bahwa sewa gedung dan sound itu tidak sampai Rp 3 juta. Padahal sesuai item anggaran mencapai puluhan juta, pertanyaannya anggaran puluhan juta untuk sewa gedung dan sound itu dikemanakan?” tanyanya.
Ikono juga menyoroti penggunaan anggaran debat kandidat yang dilakukan oleh KPU. Pasalnya, dari anggaran Pemilukada sebesar Rp 16,5 miliar, namun dalam tahapan debat kandidat yang dilakukan sebanyak 3 kali hanya diselenggarakan di gedung MTQ dan 2 kali di kantor Bupati.
“Anggarannya sangat besar tapi kenapa saat itu tidak live di tv dan hanya di kantor pemerintah. Kami menduga ada permainan atau korupsi anggaran Pilkada,” katanya.
Padahal, kata dia, dari salah satu anggota DPRD Morotai yang masuk dalam tim Banggar sebelumnya mengaku bahwa sesuai usulan anggaran debat kandidat sesuai laporan akan dilaksanakan di Jakarta dan diisiarkan secara live melalui stasiun tv, tapi ternyata itu tidak dilakukan oleh KPU.
Yang jadi pertanyaan lagi, kemana sisa anggarannya. “Kami hanya minta dari pihak terkait seperti penegak hukum betul-betul bisa melakukan audit atas penggunaan anggaran Pilkada karena ada keganjilan dalam penggunaannya yang dilakukan oleh KPU,” cetusnya.
Sementara Sekretaris KPUD Morotai Samsul Bahri ketika hendak dikonfirmasi wartawan di kantornya akhir pekan kemarin tidak ada di tempat. “Pak Sek jarang dikantor. Jadi kalau hari ini kemungkinan tidak ada,” singkat salah satu staf KPU.
(OJE/JMI/RED)
0 komentar :
Posting Komentar