Menhan Pastikan Beli Sukhoi Rusia
JURNALMEDIAIndonesia.com - Kementerian Pertahanan memastikan pengadaan sejumlah pesawat Sukhoi-35 dari Rusia tetap berjalan. Namun pengadaan alutsista bukan hal prioritas mengingat ancaman terhadap Indonesia sekarang hanyalah perang non fisik. Seperti perang ideologi. Karena itu, pembinaan kesadaran bela negara kepada masyarakat sangat penting dilakukan.
"Proses pengadaan Sukhoi masih berjalan, dan beli Sukhoi itu gak seperti kita beli kacang goreng. Kita mesti pesen dulu, nanya-nanya dulu, terus koordinasi sama presiden. Saya gak mau beli sembarangan, harus sesuai prosedur dan disesuaikan dengan anggaran yang kita punya," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu usai memberi pembekalan kepada puluhan petinggi perguruan tinggi tentang pentingnya pembinaan kesadaran bela negara bagi mahasiswa baru tahun 2017 di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, kemarin.
Bekas Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) ini mengaku, sudah beberapa kali bolak balik ke Rusia untuk bernegosiasi mengenai harga. Proses negosiasi juga bukan waktu yang sebentar mengingat jauhnya jarak kedua negara.
"Itu negosiasi, lama, mesti bolak balik. Saya ke sana bukan seperti beli mobil. Pagi berangkat, bayar, mobil bisa langsung kita dibawa pulang. Nah kalau Sukhoi, kalaupun sudah ada kesepakatan pembelian, pesawatnya mesti dibuat dulu, lama," ujarnya.
Ryamizard menjelaskan, alasan mengenai lamanya waktu bernegosiasi dengan pemerintah Rusia agar Indonesia bisa mendapatkan 11 unit pesawat Sukhoi 35 dari awal pembelian delapan unit pesawat. Sebab, mekanisme pembelian akan dilakukan menggunakan sistem imbal dagang guna menghemat anggaran.
"Dalam nego saya mau harganya harga dasar. Nggak mau saya yang dulu-dulu. Dulu 8-8, sekarang harus 8-11, dan saya mau pembayarannya 50 persen dengan imbal dagang. Termasuk perusahaan Sukhoi bangun pabrik di sini. Kita nego itu. Mudah-mudahan ini jadi," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ryamizard mengaku dirinya tidak pernah berfikir untuk menyelesaikan konflik antar negara dengan cara perang alutsista (Alat Utama Sistem Pertahanan). Sebab, menurut dia, masih ada cara lain yang lebih elegan untuk menyelesaikan masalah tanpa harus ada jatuh korban jiwa akibat terjadinya perang alutsista tersebut. "Saya gak mau seperti itu, karena saya berfikir masih ada cara lain yang lebih baik dari itu," katanya.
Salah satu alasannya, kata Ryamizard, saat ini Indonesia masih jauh dari ancaman perang alutsista karena berada di wilayah negara ASEAN yang sudah akrab dan berjanji tidak akan berperang jika ada konflik antarnegara. Karenanya, dia menyatakan tak akan ada peperangan antarnegara.
"Kalau mau perang, kita mau perang sama siapa? Kita ini sudah 50 tahun lebih di ASEAN, dan tidak pernah ada perang. Aman, kita semua berteman akrab, malahan sudah berjanji kalau ada sengketa jangan diselesaikan dengan senjata, tapi dialog, agar tidak terjadi pertempuran. Saya berpikir perang sudah tidak ada," tuturnya.
Oleh karena itu, Ryamizard berpendapat, pengadaan alutsista bukan hal prioritas mengingat ancaman terhadap Indonesia sekarang hanyalah perang non fisik. Seperti perang ideologi yang belakangan marah terjadi belakangan ini.
"Perang non fisik, ideologi, ini cuma bisa diatasi dengan bela negara. Makanya, sekarang ada sistem pertahanan semesta. Jadi boleh kita agak kurang masalah alutsista dibanding negara lain, tapi di Asia Tenggara kita masih terbaik," ucapnya.
Ryamizard pun menekankan agar seluruh institusi perguruan tinggi memberi pemahaman bela negara kepada mahasiswa baru. Tujuannya, agar para calon intelektual tidak terpapar paham radikalisme yang penyebarannya belakangan marak terjadi di lingkungan kampus.
RMOL/JMI/RED
0 komentar :
Posting Komentar