Kantor Stasiun Karantina di Batam |
Sidak ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan pembinaan dan pendampingan secara intensif bagi para pedagang ikan, agar terjaminnya keamanan produk perikanan dari bahan-bahan berbahaya, terutama dari bahan kimia Formalin.
Formalin merupakan salah satu bahan pengawet yang tidak boleh digunakan dan ditambahkan langsung dalam produk makanan maupun produk hasil perikanan. Hal ini mengingat karena besarnya resiko bahaya yang akan ditimbulkan oleh keracunan pada formalin.
"Saat ini ada beberapa pedagang ikan yang masih menggunakan formalin untuk mengawetkannya, ini sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh seseorang," ungkap kepala stasiun karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan kelas I Batam Ashari Syarief,S.pi,MP, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Dalam kegiatan sidak ini dilakukan pengambilan sample dibeberapa pasar di wilayah kota Batam. Dipasar-pasar tersebut petugas mengambil beberapa jenis sample yang terdiri dari jenis sample ikan segar basah dan jenis sample ikan asin/kering.
Dari beberapa jenis sample yang telah diuji oleh petugas, ditemukan sample ikan mujair segar/basah dipasar tanjung pantun mengandung formalin Positif (+) Formalin. Selain dilakukan pengujian formalin, sample yang diambil juga dilakukan pengujian borax, dan rhodamin B (zat pewarna kimia) hasilnya Negatif (-) Boraks, dan Negatif (-) Rhodamin B .
Lebih lanjut, pihaknya menambahkan bahwa formalin tidak disarankan untuk digunakan oleh para nelayan, pedagangbikan dipasar maupun pengolah ikan baik dengan dosis rendah maupun dosis tinggi, karena penggunannya akan merugikan masyarakat yang mengkonsumsi. Hal ini sesuai dengan peraturan menteri kesehatan nomor 033 tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan.
Menurut international programm on chemical Safety (IPCS) ambang batas formalin dalam tubuh adalah 1mg dalam pangan. Penggunaan formalin dengan dosis rendah akan menyebabkan keracunan seperti sukar menelan, mual, dan muntah, sakit perut akut, serta depresi saraf dan gangguan peredaran darah.
Sementara formalin dengan dosis tinggi dalam makanan akan menyebabkan konvulsi atau kejang-kejang, harmaturi atau kencing darah, serta muntah darah dan berakhir pada kematian.
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi.
Rhodamin B sering disalah gunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, pewarna merah psda ikan jenis kakap dan jenis lainnya.
Menurut WHO, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B termaksud bahan karsinogen (penyebab kanker) uang kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi didalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebakan timbulnya kanker hati.
Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air seni akan berwarna merah atau merah muda.
Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan diberbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak pula diginakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan lainnya.
Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (saifudin, 2008). Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata, dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual, sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas, jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian. Beberapa penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso ikan, bakso daging, cilok, lontong, dan kerupuk gendar.
Dalam hal ini, Ashari berpesan kepada seluruh nelayan, pedagang, dan pengolah produk perikanan agar tidak menggunakan bahan berbahaya dengan alasan dan tujuan tertentu. Jika hal tersebut dilakukan akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat yang membeli dan mengkonsumsinya.
"Menggunakan formalin, boraks, rhodamin B, dan zat berbahaya lainnya pada produk ikan memang menguntungkan pengolah, pedagang, maupun nelayan, namun hal ini akan sangat merugikan konsumen," terangnya.
(ASRIADI/RED)
0 komentar :
Posting Komentar