Gedung MA di Jalan Medan Merdeka Utara |
Kasus penyelundupan ganja ini melibatkan 3 orang. Iwan Setiawan merupakan nama pertama yang ditangkap polisi di kawasan Ciputat, Tangsel, pada 12 April 2015.
Saat ditangkap, ditemukan barang bukti ratusan kilo ganja. Tapi Iwan berkilah bahwa ganja itu bukan miliknya.
Iwan, 'bernyanyi' dan kemudian polisi melakukan pengembangan. Alhasil, seorang tersangka berhasil ditangkap atas nama Ramli Usman.
Setelah itu, keduanya mengatakan bahwa ganja ratusan kilo itu akan disimpan di sebuah gudang milik Kartika alias Boy. Polisi pun bergerak mencari Boy dan berhasil menangkap Boy di kontrakannya.
Saat menangkap Boy polisi kembali menemukan barang bukti ganja 59 kg. Total barang bukti yang ditemukan polisi adalah 540 kg.
Iwan, Ramli dan Boy diadili dengan berkas terpisah. Pada 22 Desember 2015, PN Jakbar hanya menjatuhkan penjara seumur hidup kepada Ramli. Jauh dari tuntutan mati yang disodorkan jaksa.
Jaksa tak terima dan mengajukan banding. Pada 24 Februari 2016, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan hukuman mati kepada Ramli. Atas vonis itu, giliran Ramli tak terima dan mengajukan kasasi.
"Menolak permohonan kasasi terdakwa Ramli Usman bin Usman," kata majelis hakim kasasi sebagaimana dilansir website MA, Selasa (7/2/2017).
Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Andi Samsan Nganro dengan anggota hakim agung Edy Army dan hakim agung Margono. Ketiganya meyakini Ramli yang memesan ganja itu dari Aceh dengan upa Rp 60 juta kepada sopir truk, Syahbudin dan Rp 40 juta kepada kernet truk, Saleh. Sebagai uang muka, Ramli memberikan Rp 10 juta kepada Syahbudin.
"Pidana mati masih merupakan hukum positif di Negara Kesatuan Republik Indonesia, apalagi dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penjatuhan pidana mati tidak bertentangan dengan konstitusi," ucap majelis dengan suara bulat pada 14 September 2016 lalu.
(asp/rvk/dtk)
0 komentar :
Posting Komentar