WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Dakwah Islam di Suriname, dari Jawa Hingga Afrika dan India

JUMAT, 24 FEBRUARI 2017 | 10:21 WIB
Pengunjung mengamati karya foto di Pameran Foto Java To Suriname di Erasmus Huis, Jakarta, Senin (22/9).
Jakarta, JURNALMEDIAIndonesia.com - Republik Suriname merupakan negara terkecil di Benua Amerika. Luasnya hanya sekitar 163 ribu kilometer persegi. Akan tetapi, dari segi demografi penduduk, negara ini bisa jadi yang paling 'berwarna' dengan keragaman etnis, budaya, dan agama.

Sejatinya, Suriname merupakan negara eks jajahan Belanda. Orang-orang Belanda telah berkuasa sejak tahun 1667. Sebelumnya, negara yang dulu dikenal bernama Netherlands Guyana ini dijajah oleh bangsa Spanyol, Portugis, dan Inggris.

Kemerdekaan baru diperoleh tahun 1975 yang kemudian menyandang nama resmi Republik Suriname. Adapun penduduk aslinya adalah orang Indian, etnis asli Benua Amerika.

Dulu, Belanda sangat mengandalkan hasil perkebunan dari Suriname. Ribuan budak pun didatangkan dari Afrika Barat sejak tahun 1700-an untuk dipekerjakan di perkebunan tebu, kapas, cokelat, dan kopi. Nah, orang-orang Afrika Barat inilah yang membawa agama Islam pertama di negara tersebut.

Tapi, tahun 1863, Kerajaan Belanda mengakhiri sistem perbudakan. Kebijakan ini berkonsekuensi terhadap keberlangsungan pekerjaan di perkebunan negara-negara jajahan, termasuk Suriname.

Banyak budak yang kemudian meninggalkan perkebunan untuk mencari penghidupan yang lebih layak di lapangan pekerjaan lain. Kondisi ini berlangsung selama beberapa waktu.

Menyadari situasi tersebut dapat mengganggu perekonomian, Belanda pun menempuh upaya penyelamatan. Direkrutlah tenaga kuli kontrak yang digaji dengan sangat murah. Mereka sebagian diambil dari beberapa negara dan wilayah jajahannya, termasuk dari Jawa.

Kebanyakan berasal dari Jawa Tengah. Saat itu, wilayah tersebut memang yang paling padat penduduknya, namun rendah tingkat perekonomiannya. Akhirnya, untuk kali pertama, kelompok pekerja imigran Jawa sebanyak 94 orang tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890 setelah menempuh perjalanan panjang dengan menggunakan kapal Prins Willem II.

Mereka direkrut oleh De Nederlandsche Handel Maatschappij dan selanjutnya dipekerjakan di perkebunan tebu dan perusahaan gula Marrienburg. Empat tahun kemudian, perusahaan yang sama mendatangkan kelompok kedua yang terdiri atas 582 orang Jawa.

Sejak tahun 1890 hingga 1930, sebanyak 32.965 kuli kontrak asal Jawa dipekerjakan di Suriname. Menilik perjanjian kontrak, mereka akan bekerja selama lebih kurang lima tahun. Setelah itu, para pekerja boleh memilih tetap tinggal di Suriname atau pulang ke Jawa.

Banyak di antara mereka yang pulang ke Jawa, namun sebagian lagi memilih menetap di Suriname. Keberadaan mereka kian mengukuhkan agama Islam di negara ini lantaran warga Jawa tersebut banyak yang Muslim.

Namun, umat Muslim di Suriname tidak hanya berasal dari Afrika serta Jawa, yang dari India pun banyak dan mereka bahkan telah datang sejak tahun 1873.

Berlayar dengan menggunakan kapal Lall Rookh, sekitar 37 umat Muslim India mencapai pantai Suriname. Mereka ini berasal dari berbagai wilayah di India, antara lain Gorakhpur, Mirzapur, Lucknow, Allahbad, Jansi, Jaunpur, Azamgargh, Gaya, Faizabad, Sewree, dan Benares (Varanasi).

Segera setelah menetap, didirikanlah masjid sebagai tempat ibadah. Begitu pula yang dilakukan oleh umat Muslim dari Jawa dan Arab, mereka pun membangun masjid-masjid. Kini, di seluruh Suriname, terdapat lebih dari 120 masjid. Mulai dari masjid yang didirikan warga keturunan Jawa yang terdapat di kota hingga pelosok desa serta masjid milik warga keturunan India (Hindustan), Arab, dan lainnya.

Umat Muslim di Suriname saat ini mencakup 20 persen dari jumlah penduduk yang sekitar 500 ribu jiwa. Ini merupakan ketiga terbesar setelah penganut Hindu (37 persen) dan Kristen (31 persen).

Masing-masing etnis tetap mempertahankan kebiasaan dan budaya dari negara asal, tapi mereka mampu berbaur. Umat pun memiliki organisasi bersama yang kemudian menjalin hubungan erat dengan organisasi Muslim di kawasan ini, seperti dari Guyana, Trinidad dan Tobago, serta dari Asia Tenggara dan Pakistan.

Lembaga Islam, seperti Jamaah Tabligh dan organisasi Muslim berpengaruh lainnya, sudah membuka perwakilan di Ibu Kota Paramaribo. Tak hanya itu, karena kaitan sejarah dengan Belanda, komunitas Muslim negara ini pun banyak melakukan kontak dengan sejawatnya dari Belanda.

rol/red
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Peringatan Hari Santri 2024, Tingkat Kabupaten Subang Bertempat di Alun-alun Subang

Subang, JMI  - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Subang, H. Asep Nuroni, S.Sos., M.Si., didampingi oleh Ketua Dharma Wanita Pe...