Ridwan Saidi |
Berbagai jenis warisan tak berwujud itu (intangible), jika disadari dengan sepenuh hati oleh pihak berwenang, merupakan kekayaan dan kekuatan Jakarta dalam rangka menemukan kembali akarnya, kemudian mengangkat kembali semua yang terlupakan, semua yang nyaris mati obor bahkan yang sudah benar-benar tertelan oleh apa yang disebut pembangunan dan perkembangan kota.
Gagasan membangun perkampungan Betawi sendiri telah muncul sejak 1997. Bahkan sebelumnya, sudah ada cagar budaya Betawi di kawasan Condet, Jakarta Timur. Namun sayang sekali, upaya untuk menjadikan Condet sebagai cagar budaya Betawi tidak berhasil dengan baik.
Budayawan Ridwan Saidi dalam pendidikan dan latihan (diklat) sejarah kebetawian di Aula Ananda Islamic School Jakarta Barat, ( 5/2/17) menilai, pemerintahan sekarang adalah pemerintahan yang tidak berpihak kepada kebudayaan. “Gubernur hanya memikirkan satu sisi untuk membangun Jakarta, yaitu sisi infrastruktur. Sementara, mengabaikan perusakan situs-situs budaya di Jakarta” ungkap Babe Saidi gelisah.
Budayawan yang akrab disapa Babe Saidi ini mengajak generasi muda agar mengenal dan mencintai budaya betawi. Babe pun mengajarkan peserta diklat memahami Keilmuan azas peradaban sejarah betawi, seperti sejarah kerajaan betawi di kampung Maja dan asal usul jalan Tanjung Pura Kalideres, Jakarta Barat dalam istilahnya betawi “Istana kelapa girang yang hilang”.
Faisal 6444/red
0 komentar :
Posting Komentar