Gedung Kejaksaan Agung, |
Namun, jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Bambang Waluyo menepis informasi yang berkembang pasca kasus pembunuhan yang dilakukan Robby Richardo (37) kepada seorang penagih uang bernama Vetversond Tahiya di Kebayoran Lama pada 7 Desember 2016 lalu. Polisi menyebut penagihan uang yang berujung kematian itu diduga dilatarbelakangi ‘pengurusan jabatan’ di Kejaksaan.
“Enggak ada (jual beli jabatan), tidak ada kaitan sama kita,” tegas Bambang Waluyo di Kejaksana Agung.
Walau demikian, Bambang juga Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Jaksa Agung (Waja) tidak menambah, bila ada makelar yang mengurus promosi dan kelulusan assement (tes kepatutan) di lingkungan Kejagung.
Hanya saja, Bambang membantah makelar itu terkait dengan pihaknya. “Bisa aja ada makelar promosi dan mutasi di situ, tapi kami tidak ada hubungan,” jelas Waluyo.
Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Widyopramono yang dihubungi terpisah, menyatakan pihaknya segera membentuk tim untuk memverifikasi dugaan jual beli jabatam.
“Itu tidak akan kita biarkan. Itu tidak boleh, sama seklai tidak akan kita biarkan,” tegas Widyo.
Tak Disengaja
Kasus dugaan jual beli jabatan pertama kali terungkap saat Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Iwan Kurniawan menangkap pembunuh Veteversond, Robby Richardo.
Robby adalah suami jaksa di Kejagung Jotje Nikijuluw yang diduga telah menjanjikan mengurus assemen Duma, yang juga PNS Kejaksaan yang tengah mengincar kenaikan jabatan.
Duma memberikan uang Rp 10 juta dan Rp 43 juta Jotje Nikijuluw, agar bisa lulus assessment sebagai pintu untuk promosi. Tunggu punya tunggu, bukan dipromosi, justru Duma dimutasi.
Duma minta Vetversond untuk meminta uangnya kembali. Rabu (7/12/2016) malam, Vetversond bersama dua rekannya pun bertolak ke rumah Robby di Kampung Duku, Kebayoran Lama. Kedua kubu saling beradu mulut. Hingga akhirnya Robby menyerang Vetversond dengan pisau dan tewas di tempat.
Diduga, sebelum kasus ini mencuat, dari bisik-bisik sudah terdengar adanya ‘keharusan’ menyetor Rp30 juta agar bisa lulus assesmen, yang digelar sejak Agustus sampai Desember 2016.Sehingga tidak aneh, jika ditemukan PNS Kejagung terbangun dinasti, dari bapak, anak hingga keponakan.
Bukan barang baru
Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Kamilov Sagala ketika dihubungi wartawan, menyatakan kasus semacam itu bukan barang baru.
“Itu cerita lama yang lama tak tersentuh. Bahkan terkesan tidak diperbaik sungguh-sungguh, meski reformasi birokrasi sudah dilakukan, sejak 2005.”
Pemerhati hukum Iqbal Daud Hutapea minta pemerintah untuk tidak diam saja dan segera mengambil tindakan tegas.
“Bila perlu direorganisasi total, agar proses promosi dan mutasi bukan didasarkan keluarga dan kelompok siapa. Tapi dari Merit Sistem (kempuan dan kompetensi).”
(Pos Kota)
0 komentar :
Posting Komentar