Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian |
Jakarta, JURNALMEDIAIndonesia.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berani mempertaruhkan jabatannya jika penangkapan teroris terkait temuan bom di Bekasi terbukti hanya pengalihan isu.
Menurut dia, penangkapan tersebut merupakan hasil kerja pemantauan Densus 88 selama berbulan-bulan.
"Saya sendiri, kalau ini rekayasa, saya siap dicopot," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Tito menantang pihak-pihak yang menyangsikan kerja Polri untuk menunjukkan bukti bahwa pengungkapan terorisme adalah rekayasa.
Di sisi lain, Polri akan menindak tegas penyebar informasi yang menyatakan penangkapan itu adalah konspirasi.
Justru, kata Tito, semestinya kinerja intelijen dan Densus 88 diapresiasi karena menggagalkan aksi bom bunuh diri di Kompleks Istana Kepresidenan.
"Kalau ada data, pelaku mengatakan ada rekayasa, fine, internal kita bila perlu saya pecat. Saya pun akan mengundurkan diri bila saya terlibat merekayasa," kata Tito.
Namun, jika hal itu tidak terbukti rekayasa, Tito meminta omongan tersebut dipertanggungjawabkan.
Tito pun meminta masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh dengan wacana pengalihan isu itu.
"Jangan ngomong tanpa data dan berdasarkan opini saja. Kasihan aparat kita yang bekerja keras," kata dia.
Polri tengah menyelidiki adanya wacana yang menyebut bahwa temuan bom di Bekasi adalah pengalihan isu. Kepolisian tak ingin isu yang berkembang justru merugikan publik.
Polri mengungkap keberadaan kelompok terorisme yang hendak mengebom Istana Kepresidenan. Bom berkekuatan besar yang selesai dirakit itu ditemukan di Bekasi.
Seusai penemuan bom tersebut, Densus 88 Antiteror Polri bergerak dan menangkap 12 tersangka di tempat berbeda.
Polisi menyebut kelompok ini kerap berkomunikasi dengan Bahrun Naim, warga negara Indonesia di Suriah.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar menganggap pemberitaan soal teroris tidak boleh dianggap remeh.
Wacana adanya pengalihan isu ini malah berpotensi membuat masyarakat menjadi lengah dan kewaspadaan menjadi rendah terhadap gerakan radikal. "Jangan sampai publik tidak waspada dan menganggap itu kondisi yang direkayasa," kata Boy.
KOMPAS.com
0 komentar :
Posting Komentar