KAMIS 01 SEPTEMBER 2016 16:19 WIB
Guru dan siswa mengikuti proses belajar-mengajar di SD Negeri 017, Dusun Ne'ke, Desa Taupe, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.
|
Jakarta,
Jurnalmediaindonesia.com - Potret buruk pendidikan di Indonesia masih terlihat di sejumlah
daerah, bahkan di wilayah dekat pusat pemerintahan sekalipun.
SD Negeri 017 Taupe di Dusun
Ne'ke, Desa Taupe, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat,
merupakan salah satu di antaranya. Letaknya hanya sekitar 4 kilometer dari
kantor Bupati Mamasa.
Sekolah berukuran 6 meter x 12
meter itu hanya berdinding bambu cincang. Bangunan yang berdiri sejak 2010
tersebut ditopang oleh batang bambu yang sudah mulai lapuk dimakan rayap.
Meski terlihat berdiri tegak,
bangunan sekolah ini sudah rapuh dan rawan roboh, terutama saat diterjang angin
kencang.
Meja dan kursi-kursi di sekolah
ini pun jauh dari kesan mewah. Semuanya terbuat dari potongan papan kayu yang
dirangkai seadanya agar bisa digunakan para siswa.
Papan tulis dari selembar
tripleks white board dipasang menyatu dengan tiang bambu
penopang bangunan sekolah.
Jalan menuju sekolah tersebut
juga belum diaspal. Butuh waktu lebih dari satu jam dengan sepeda motor dari
kantor Bupati Mamasa ke sekolah tersebut.
Kubangan lumpur yang licin dan
becek di sepanjang jalan membuat perjalanan ke lokasi ini cukup melelahkan.
Sebagian siswa memilih berjalan
kaki ke sekolah sambil membuka alas kaki agar tidak penuh lumpur sebelum
belajar.
Tempat belajar para siswa masih
berlantai tanah dan beratapkan seng bekas. Saat musim hujan, lantai tanah di
sekolah ini basah dan licin.
Bangunan darurat yang didirikan
oleh masyarakat tujuh secara swadaya tahun lalu ini disekat-sekat dengan bambu
cincang menjadi tiga ruangan kelas. Ruangan ini digunakan secara bergantian
untuk enam kelas.
Tak ada fasilitas penunjang
pendidikan apa pun di sekolah ini. Jangankan fasilitas komputer atau jaringan
internet, perpustakaan pun tidak ada sebagai penunjang dalam membantu
meningkatkan kecerdasan siswa.
Tiada pula ruangan guru, apalagi
kantor sekolah. Kantor para pengajar harus berbagi tempat dalam sekat-sekat
kelas.
Saat jam istirahat, para guru dan
kepala sekolah berkumpul di satu ruangan kelas sebelum jam pelajaran kembali
dilanjutkan.
Kepala SDN 017 Ne'ke, Simon,
berharap setelah sekian tahun hidup dan belajar apa adanya, pemerintah bisa
menyetarakan sekolah mereka dengan sekolah lain yang lebih layak.
Menurut Simon, sangat naif jika
sekolah di wilayah kota kecamatan Kabupaten Mamasa berada dalam kondisi
memperihatinkan seperti ini.
"Kita berharap sekolah yang
masih terbilang terletak di tengah kota ini bisa dibangun setara dengan sekolah
lain yang relatif lebih memadai," kata Simon.
Dalam kondisi serba terbatas itu,
para guru tetap menggelorakan semangat agar para siswa rajin belajar di sekolah
setiap hari. Para guru juga menanamkan semangat patriotisme dan nasionalisme di
kalangan para siswa. (Kompas)
0 komentar :
Posting Komentar