WWW.JURNAL MEDIA INDONESIA.COM

Jatah Gas untuk Domestik Sudah 58%, Tapi Realisasinya Tak Maksimal

RABU 20 JULI 2016 | 09:50 WIB
Energi Gas
Bandung, JMI - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, alokasi gas untuk domestik sudah 57,7% dari total produksi pada tahun ini, dan hanya 42,8% yang diekspor.

Sebanyak 4.016 BBTUD gas bumi merupakan jatah untuk pasar di dalam negeri, sedangkan 2.797 BBTUD untuk pasar ekspor. Alokasi untuk domestik terus meningkat. Sebagai pembanding tahun lalu 3.882 BBTUD atau 56% dari total produksi, sementara di 2014 masih 54% atau 3.632 BBTUD.

Alokasi gas domestik dipergunakan untuk industri, pupuk, kelistrikan, jaringan gas rumah tangga, transportasi, dan lifting minyak. Tetapi jatah yang besar untuk domestik itu tak terserap dengan maksimal.

Misalnya untuk industri, dari 1.814 BBTUD yang dialokasikan, hanya terserap 1.510 BBTUD. Lalu untuk pupuk, hanya terserap 718 BBTUD dari alokasi sebesar 758 BBTUD. Kemudian untuk kelistrikan baru terpakai 1.024 BBTUD dari alokasi 1.136 BBTUD.

Kepala Divisi Humas SKK Migas, Taslim Yunus, menjelaskan penyebab utama tidak maksimalnya penyerapan gas di dalam negeri ini adalah lesunya kegiatan industri akibat pelemahan ekonomi global.

"Yang paling besar tidak terealisasi adalah dari industri. Dengan kondisi industri sekarang kurag menarik, banyak yang mengurangi konsumsi gas seperti industri di Jabar dan Jatim," kata Taslim dalam Media Gathering di Hotel Sheraton, Bandung, Selasa (19/7/2016).

Penggunaan gas untuk bahan bakar pembangkit listrik juga tidak optimal karena ternyata pertumbuhan konsumsi listrik tidak sebesar yang diperkirakan. "Di listrik, CNOOC punya kontrak untuk menyuplai gas 80 MMSCFD ke PLN tapi realisasinya nggak sampai 72 MMSCFd. PLN jadi banyak membayar take or pay ke CNOOC," ungkapnya.

Kemudian mahalnya harga gas, misalnya LNG untuk Terminal Regasifikasi Arun-Belawan, juga menghambat penyerapan gas di dalam negeri. "LNG untuk Arun Belawan belum optimal. Harga gas di Belawan katanya termahal di dunia. LNG untuk listrik adalah barang mewah, tidak efisien untuk listrik. Jadi sebaiknya untuk industri saja yang multiplier effect-nya lebih besar, sayang industri di sana belum banyak yang siap," ujar Taslim.

Penyebab lain adalah molornya jadwal produksi (onstream) gas, misalnya gas dari Blok Madura Strait yang dikelola Husky. Akibatnya Petrokimia Gresik (PKG) dan pembangkit listrik PLN, yang harusnya mendapat gas dari Madura Strait, tak memperoleh pasokan.

"Gas Husky dari Selat Madura juga belum onstream. Tadinya rencana onstream 2016 tapi tender berlarut-larut jadi baru selesai 2017. Efeknya besar terhadap pengguna gasnya, yaitu PKG dan pembangkit listrik PLN," tutupnya.

(aceng/jmi/dtk)
Share on Google Plus

0 komentar :

Posting Komentar

Berita Terkini

Yoba Noviardo/Wakil Sekretaris I DPD Perkumpulan LSM RI-I Provinsi Lampung

Lampung Timur, JMI - Yoba Noviardo/Wakil Sekretaris I DPD Perkumpulan LSM RI-I Provinsi Lampung. Sekedar info :  Belajar hukum ...